Rabu, 01 Januari 2020

Negeri 5 Menara

Assalamualaikum wankawan !

Kali ini saya ingin bercerita tentang film Negeri 5 Menara.
Hasil gambar untuk negeri 5 menara
sumber : https://images.app.goo.gl/6iUyxfwp5cdPBEw58


Film ini diangkat dari novel. Jujur, saya belum pernah membaca novelnya. Semoga segera diberi kesempatan. Karena, kata orang membaca buku lebih menarik dibanding menonton filmnya. Hal ini tidak hanya berlaku pada 'Negeri 5 Menara' ya. Tapi beberapa judul lainnya. 

Terdapat pelajaran yang menurut saya berharga dari ucapan bapaknya Alif. 

Ketika mereka pergi ke Pasar untuk menjual Kerbau satu-satunya. Negosiasi harga dilakukan dengan cara tangan bapak Alif masuk ke sarung, begitu pula tangan si calon pembeli. Nominal harga dilakukan dibalik sarung tersebut. Dengan cara apapun saya tak tahu, mungkin saja jari si penjual menyimbolkan angka dan hal tersebut dapat dibaca melalui tangan bapak Alif yang masuk ke Sarung. Sedangkan Alif yang tidak melihat tangan penjual dan bapaknya tak tahu sama sekali. 

Kebimbangan yang dirasakan Alif ketika harus memilih antara mengikuti arahan orang tuanya melanjutkan sekolah di Pesantren atau mengikuti keinginannya sendiri untuk bersekolah di Bandung supaya dapat berkuliah di Kampus yang pernah dijadikan tempat menimba ilmu oleh Bapak Dirgantara Indonesia atau Eyang BJ Habibie. Ketika itu bapaknya menasehati bahwa, 'Saat kita benar-benar menjalani hidup. Barulah kita tahu mana yang paling baik untuk hidup kita'. Seperti yang telah beliau lakukan ketika memasukkan tangannya ke dalam sarung untuk melakukan transaksi. Jika tidak dimasukkan, maka tidak akan tahu berapa harga yang ditawarkan pembeli. 

Terkadang kita terlalu takut untuk terjun dan masuk kedalam suatu masalah untuk menyelesakannya. Padahal jika tidak masuk kita tidak akan bisa iqro' / membaca situasi dan mengambil keputusan untuk menyikapi masalah tersebut. Perasaan sulit, khawatir salah dan takut gagal pasti menghantui pikiran. Betul pilihan ada pada diri kita masing-masing. Memilh untuk masuk atau menjalani hidup dengan bersungguh-sungguh bukanlah seharusnya bukan pilihan untuk kita karena hidup hanya satu kali. 

Tidak mungkin satu kali itu ingin diisi dengan yang 'biasa saja' atau bahkan 'buruk'. Na'udzubillah. 

Pelajaran lainnya...

Tentang bapaknya Alif. Momen-momen bersama mereka selalu mengingatkan saya kepada orang tua. Adik saya yang ketika itu sejak SMP dimasukan ke salah satu pondok modern di tempat yang berbeda pulau dari tempat tinggal kami. Masa-masa sulitnya dulu tidak terlalu saya rasakan. Tapi sembari menonton film ini. Saya sadar, bukan keputusan mudah seorang anak mengikuti keinginan orang tuanya, ketika hal tersebut bertentangan dengan keinginan pribadinya. Dan orang tua selalu punya cara untuk menasehati anaknya dan meluruskan kembali. Memberikan yang terbaik selalu dilakukan oleh orang tua kita. Perjuangan bapak Alif menjual kerbau satu-satunya dan menemani Alif perjalanan jauh menuju pesantrennya sangat mirip dengan perjuangan ayah & ibu demi kami dapat menimba ilmu di tempat jauh. 

Ketika ibu Alif menyetujui juga rencana perpindahan sekolahnya. Ibunya berkata 'Dimanapun belajar, yang penting adalah Kesungguhan Hati'. Hal tersebut membuat Alif merenung dan membatalkan rencana untuk pindah. 

Disinilah peran orang tua sangat penting kepada seorang anak. Orang tua tahu kapan mengarahkan dan kapan melepas anaknya untuk memberi tanggung jawab. 

Pertemanan...

Dunia pesantren itu menurut saya memang sangat menarik. Walau belum pernah merasakan sama sekali. Setidaknya saya pernah mengikuti kegiatan berhari-hari bersama teman-teman yang membuat saya dekat dengan mereka bukan hanya di bangku sekolah. Pastinya dengan waktu yang lama seperti pesantren akan lebih kompleks pengalaman yang dialami. Saling mendukung dan bekerjasama mereka lakukan. Seperti mengusik hati saya yang sebenarnya memiliki ego tinggi dan lebih nyaman dalam kesendirian dibanding berkumpul dan bersikap lembut kepada teman. 

Kebetulan juga saya sempat membaca kutipan dari Sayyid Quthb, "Orang yang hidup bagi dirinya sendiri akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil. Orang yang hidup bagi orang lain akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar" *diluar film*

Sebelumnya juga saya sempat berdiskusi dengan teman-teman di Bandung, yang kesimpulannya kita tidak bisa sendirian. *ni juga diluar film*

CMIW seperti nasehat lembut dari Allah untuk saya dan kamu yang pernah seperti saya hehe *stop curcolnya*

Mimpi itu harus tinggi, dan yakin kalau akan dicapai. 

Man Jadda Wa Jada, Siapa yang bersungguh-sungguh, maka akan berhasil. Jangan salah mengartikan mantra ini. Lihat ke hati paling dalam. Apakah kesungguhan untuk mencapai 'keberhasilan' yang kita harapkan itu sesuai dengan ridho Allah  dan membuat kita bisa mendapatkan cinta-Nya?

Alhamdulillah menurut saya pilihan Alif yang paling baik. Karena berada di lingkungan yang baik merupakan rezeki yang sangat disayangkan untuk ditolak apalagi ditinggalkan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar